MEMANUSIAKAN TUHAN DALAM NOVEL KAIN



 
Pulang ke kampung halaman tanpa di rencana, bertemu  kawan-kawan bermain pedang-pedangan  pelepah pisang dimasa lalu menjadi tawa sunyi, menengok batang pohon randu di pinggir sungai yang pernah ditorehkan  simbol ketika dulu tak tahu apa itu kesepakatan, dan satu lagi ketika melewati makam tertulis nama teman  kecilku di ujung  kayu nisan , ketika bermain, pergi tanpa pamit, dimarahi orang tua, tetangga, membuat rumah pohon di belakang rumah, ketika di bangku sekolah menengah atas kemudian berpisah karena tiada jalan yang semestinya berjalan. Semua menjadi peristiwa yang tak pernah terbayangkan begitu berlalu. Kilatan memori masa lalu dan menapak  tilas apa yang pernah dilakukan, serasa aku memasuki pengembaraan bayangan tokoh Kain dalam novel karya Jose Saramago, namun sebenarnya tidak ada kemiripan sama sekali, sesekali kilatan memori ini seakan ada dalam cerita pengembaraan Kain, bagaimana masih sangat sunyi taman eden yang di gambarkan masa kecil dua bersaudara Habel dan Kain putra Adam dan Hawa.

Jika bumi  lebih banyak dinaungi lautan,  maka noda titik bumi yang terlihat dari atas langit merupakan pikiran-pikiran kehidupan yang tak pernah ada habisnya, terbentuklah  daratan perlahan-lahan.

Jose Saramago memberikan  gambaran kebimbangan  diatas   segala pikiran, seperti apa yang dilakukan Kain terhadap setiap peristiwa yang dilaluinya, datang pada satu peristiwa dengan tiba-tiba , pembaca diajak untuk berpikir keras bagaimana bisa Kain selalu hadir dalam kisah perjalanan yang tak ada hubungannya dengan kisah sebelumnya? atau memang dari dasar gagasan didatangkannya hukuman, sehingga selalu terkait meskipun tidak ada ujung permasalahan yang di simpulkan.

Apa yang hendak Kain lakukan kepada  seisi bumi dan langit, tak perlu meminta pertimbangan kepada siapapun, dan kapanpun ia melangkah tetap pada apa yang terpikir dengan segala kendali dari tuhannya, atau mungkin bukan tuhan, tetapi lebih dekat sebagai  kawan yang baru berkenalan di persimpangan jalan, masing-masing punya kesepakatan dengan apa yang hendak mereka perbuat. Perbuatan dan tindakan yang berarti bagi kehidupan sekitar, Kain cukup berpikir apa yang ada sekarang.

Secadas apapun cerita dalam  novel ini, akan mudah terurai dan tertangkap makna dari semua kisahnya, dengan paragraf  romantis  yang terjadi dalam cerita ini sebenarnya menjadi daya pikat dari semua peristiwa, alur layaknya onta dan musafir yang berada di padang pasir  bermil-mil lalu menemukan oase yang cukup segar untuk menempuh perjalanan berikutnya, ya, romantis dan percintaan menjadi harmonisasi dari kesempurnaan cerita perjalanan Kain.`          
Persoalan Kain sebagai perjalanan sang pembunuh pertama, menekankan bahwa persoalan hidup manusia tidak selalu dipandang dari besarnya kesalahan, tetapi bagaimana semua tindakan yang dilakukan atas dasar yang sudah ditentukan seperti takdir seseorang terhadap kematiannya, adalah bagian dari keputusan  Tuhan yang dianggap Maha Penentu. Kain menjadi seorang yang bersalah dan miskin air mata, ketika tuhan yang dimaksudkan dalam novel ini adalah tuhan yang bisa kapan saja dianggap menjadi pecundang atas keputusan hukuman yang telah ditimpakan kepada Kain.  

Tuhan dalam tulisan novel Jose Saramago adalah tuhan yang diciptakan atas kesepakatan pikiran, seseorang berhak menciptakan tuhan ini sesuai akal pikiran yang sangat terbatas, keadaan tuhan disamaratakan dengan keadaan pikiran manusia, perdebatan dengan manusia suasana diciptakan layaknya seperti pembicaraan seorang pedagang ternak di pasar, kapan saja bisa membuat perhitungan dengan manusia lain.

  Malaikat pun meskipun sudah dibatasi dalam sifat dasar sebagai malaikat, tak luput juga dari kesalahan dan nafsu seperti manusia yang lain, salah satu peristiwa yang dikutip ketika malaikat  membuat rahasia kepada hawa atas penderitaan ketakutan akan kelaparan kemudian tersebut adegan bersinggungan organ tubuh hawa dengan malaikat, malaikat dengan bimbangnya antara mensifati malaikat atau mensifati manusia.

Teknik penulisan yang dihadirkan Jose Saramago lebih banyak memberi tawaran baru kepada pembaca, seperti dengan suguhan paragraf yang panjang, penggunaan tanda baca yang tidak konsisten, seperti koma, titik, dan huruf kapital. Ada hal pokok yang di tawarkan dan sangat lekat yaitu penulisan percakapan antara tokoh satu dengan yang lainnya, baik narator , berdialog maupun monolog selalu menggunakan garis lurus, terbatasi hanya dengan tanda baca koma. Menarik tidak menarik, nikmat tidak nikmat dalam membaca, itulah gaya penulisan yang disajikan.

Jose Saramago memilih menuliskan novel ini atas  dasar pijakan pada kisah dari berbagai jaman orang-orang terpilih seperti di masa Adam dan Hawa tercipta, Abraham, kaum sodom, Job , Musa, sampai kepada kapal Nuh, yang dikutip dari perjalanan peradaban pembawa agama kebenaran di dunia. Dapat diasumsikan sebagai perjalanan sirah nabi-nabi. Jose menggunakan latar peristiwa dengan kutipan-kutipan jaman, meskipun tidak runtut dan utuh.

Kain bisa diartikan sebagai anti tesis dari kebijakan tuhan, malaikat dan seisi bumi , oleh karena hukuman yang diterimanya adalah hukuman  penentu  kehidupan dimasa lalu, masa sekarang, dan masa depan. "tuhan bisa saja lupa atau terlewatkan kejadian kain, tetapi kain tidak lupa hukuman yang diberikan oleh tuhan, tidak bisa mati."



Judul Resensi  : Memanusiakan Tuhan dalam Novel Kain
Judul Buku      : KAIN (Perjalanan Sang Pembunuh Pertama)
Penulis             : Jose Saramago
Penerjemah      : An Ismanto
Penerbit           : Basa Basi
Tebal               : 192 hlmn; 14 x 20 cm
Cetakan           : I, Desember 2017
ISBN               : 978-602-6651-57-0

Peresensi         : Isnain Deneash

Komentar

Postingan Populer